Ayah
“Kue-kue,
donatnyaaaaaaa……”
Suara
teriakan bocah mungil itu seiring dengan sebuah kotak kue yang ia bawa dan
langkah kakinya yang mulai menyusuri jalanan di pantai. Tampak di sebelah timur
sang surya menampakkan sinarnya. Memberikan kehangatan pada para wisatawan di
kala pagi yang cerah itu. Senyuman sang mentari menemani setiap langkah kaki bocah
berambut panjang dan berponi. Dedaunan kelapa menyibak rambutnya dan seolah
menyambut bocah itu dengan tawa dan penuh semangat.
Gemericik
ombak pantai seakan-akan menyerang pasir yang membawa kerang satu per satu tiba
di tepi pantai. Suasana yang sangat hangat di pagi itu. Kicauan burung yang
terkadang terdengar namun hanya sesaat. Ditambah lagi dengan segerombolan bocah
yang sedang asyik bermain pasir.
Hari
masih pagi tetapi pengunjung pantai sudah mulai berdatangan, bahkan tak hanya
wisatawan local tetapi juga wisatawan asing dari berbagai macam Negara. Tak
heran jika bocah itu rela bangun pagi berjualan makanan membantu menggantikan
ibunya sebelum berangkat ke sekolah. Bukan hanya bocah ayu itu yang berjualan
tetapi banyak juga bocah-bocah yang lepas sekolah dan berjualan makanan atau
minuman di sekitar pantai demi menyambung hidup.
“Plakk..
plakk.. plakk…” Begitulah suara hentakan sepasang sepatu yang dekil dan
kebesaran yang bocah itu kenakan. Dengan tas sekolah yang penuh jahitan ia
selempangkan di bahu dan seragam putih merah yang lecek dan kusam, tak lupa
juga ia mengenakan topi menemani setiap langkah demi langkah bocah yang akrab
dipanggil Elok.
Kue-kue
yang ia jajakan sembari mengiringi langkahnya ke sebuah Sekolah Dasar yang
cukup juah dari gubuknya, ia tempuh dengan mengandalkan penopang tubuh
terkadang tak habis terjual. Bahkan seringkali ia bawa dan ia jajakan ke teman
sekolahnya sampai habis terjual.
“Teettt..
teettt.. teettttttt…..”
Bunyi
bel masuk berbunyi, itu tandanya Elok siap menerima ilmu yang bapak ibu guru
berikan. Elok termasuk bocah yang pandai di kelasnya dan banyak disenangi oleh
guru-guru. Ia selalu mendapat peringkat pertama di kelasnya. Ia tak hanya bocah
polos nan lugu tetepi ia bocah yang berprestasi dan amat menyayangi ibunya.
Di
perjalanan pulang, langkahnya terhenti dengan sebuah mobil mewah berwarna putih
yang berhenti tepat di sebelah kanannya.
“Heee,,,
kue kampung kotor jangan kamu jual, ngelihatnya aja jijik apalagi memakannya
bisa-bisa perutku sakit nanti.”
Seperti
itulah cemohan teman bocah malang itu, tetapi tak ia hiraukan sama sekali oleh bocah yang
pendiam itu. Bahkan ia langsung melanjutkan langkah kakinya yang sempat
terhenti. Sampai di sebuah pasokan barang-barang bekas ia hentikan langkah
kakinya yang mulai lelah. Ia duduk di sebuah kursi reyot dan ia mengambil botol
minum dari tasnya. Ia minum dan matanya samapi tertuju pada tumpukan buku
bekas. Ia langsung beranjak dari tempat duduknya dan langsung masuk ke tempat
barang bekas tersebut. Rupanya ia ingin membeli buku. Dengan harga yang murah
dan telah disepakati akhirnya bocah itu meneruskan perjalanan pulang.
“Assalamu’alaikum
bu, Elok pulang.”
“Hukkk
hukkk hukk….”
Begitulah
jawaban ibunya Elok yang tengah sakit. Sudah hampir seminggu ini ibunya Elok
hanya bisa berbaring di kasur lantai yang tak layak untuk tempat beristirahat.
Ayahnya Elok sudah lama meninggalkan Elok dan ibunya. Itu bermula sewaktu Elok
berumur 3 tahun. Elok dan orangtuanya pergi ke sebuah pertunjukan sirkus di
sekitar pantai. Tiba-tiba suatu kejadian yang tak terduga terjadi. Sirkus itu
terbakar akibat obor yang tak sengaja tersenggol oleh salah satu pemain sirkus.
Api cepat merambat dan Elok yang waktu itu digendong ibunya terpisah dari
ayahnya. Warga bilang ayah Elok ikut terbakar di dalamnya dan sampai sekarang
bocah malang itu tak pernah bertemu dengan ayahnya.
Panas
di siang itu sangat menyengat. Sepulang sekolah, bocah ini tak langsung bermain
seperti bocah-bocah yang lain melainkan ia harus berjualan minuman dingin dan
kue-kue kepada para pengunjung di
sekitar pantai.
“Yang
dingin, yang dingin…”
Dengan
suara lantang ia terus menawarkan dagangannya. Biasanya bocah ini berjualan
dengan ibunya tetapi karena ibunya tengah sakit maka ia yang harus berjualan
sendiri. Maklum, ia hanya tinggal berdua dengan ibunya. Demi makan bocah ini
rela mngorbankan sebagian waktu belajarnya untuk berjualan. Elok adalah gadis
kecil yang sangat menyayangi ibunya. Ia senantiasa menemani dan merawat ibunya
yang sakit.
Senja
di sore itu sangat indah. Bocah yang tengah duduk memandangi senja, bibir
mungilnya berucap……
“Terima
kasih Tuhan, engkau masih membiarkan mata kecil ini melihat ciptaanmu yang
sangat indah di setiap sore menjelang petang. Terima kasih juga engkau telah
menciptakan sosok perempuan yang sangat menyayangiku sejak Elok masih kecil.
Elok rindu ayah, Tuhaaan. Elok ingin bertemu ayah, Elok ingin memeluk ayah.
Elok ingin merasakan kasih sayang dari seorang ayah. Tuhan, ayah Elok dimana?
Pertemukan Elok dengan ayah jika ayah masih ada di dunia ini. Elok sayang ibu,
Elok sayang ayah.”
Lamunannya
seketika buyar ketika ada seseorang yang menepuk pundaknya. Rupanya ibu-ibu
pengunjung pantai yang hendak membeli beberapa minuman dingin dan memborong
habis kue-kuenya. Ia pulang dengan hati yang senang, tetapi di tengah
perjalanan pulang bocah ini merasa diikuti seseorang. Sampai tiba di rumah pun
ia masih merasa. Bahkan saat ia menyuapi ibunya, bocah ini masih merasa ada
seseorang yang mengawasinya. Ia memberanikan diri keluar rumah, dan ……………
“Hei
siapa kamu.” Kata bocah itu yang tengah mempergoki seseorang dengan tubuh yang
agak besar memakai jaket hitam sedang mengintip dari luar lewat celah-celah
yang berlubang. Dari postur tubuhnya seperti lelaki tetapi wajahnya tidak
terlihat karena ia merunduk dan memakai topi. Lelaki itu pun langsung berlari.
Elok pun langsung masuk dan belajar sampai larut malam.
Seperti
biasa setiap paginya ia harus bangun pagi-pagi sekali untuk berjualan kue
sebelum ia berangkat ke sekolah. Di waktu senja ia selalu duduk melamun
memandangi senja yang mengingatkan bocah itu dengan Ayahnya. Lagi-lagi ia
merasa ada yang aneh, ia seperti diikuti oleh seseorang. Dan pada suatu hari
setelah berhari-hari ia merasa ada seseorang yang mengawasinya, bocah ini membuat strategi.
Tepatnya
sore itu saat senja yang sedikit tertutup awan mendung, bocah ini bersembunyi
di belakang stand es kelapa muda. Tak lama kemudian ia melihat sosok lelaki
dengan jaket hitam dan topinya sedang mencari sesuatu. Dan ternyata wajah
lelaki itu hampir semuanya tertutup luka bakar. Wajahnya seperti monster yang
sangat menakutkan.
“Haaa
wajahnya seperti monster.” Kata Elok kaget. Tanpa berkata-kata Elok pun segera
menghampiri lelaki berwajah monster tersebut dari belakang secara diam-diam
tanpa sepengetahuan lelaki itu.
“Hei
siapa kamu.” Kata Elok yang mengagetkan lelaki itu. Lelaki tersebut dengan
spontan langsung membalikkan badan dan menghadap Elok.
“Siapa
kamu? Kenapa dari kemarin-kemarin kamu selalu mengikutiku.” Tanya Elok lagi.
“Akuuuuu………”
Kata lelaki itu tanpa ada kelanjutan dengan wajah yang masih merunduk.
“Iya,
kamu siapa?” Tanya bocah itu penasaran.
Lelaki
itu masih diam merunduk dan langsung lari, dengan sigap bocah kecil itu
langsung berlari berusaha mengejar lelaki berwajah monster itu. Tak diketahui
bocah itu, lelaki tersebut menghilang tanpa jejak.
“Kemana
larinya manusia monster itu, cepat sekali larinya. Aaaah sudahlah, lebih baik
aku pulang saja.”
Sesampai
di rumah bocah ini mendengarkan ibunya seperti berbicara dengan seseorang.
Dengan nada penasaran bocah ini memanggil ibunya dengan nada pelan. Ibunya yang
tengah sakit kini mulai membaik, batuknya berkurang dan sudah mulai berjalan.
“Ibu
tadi berbicara dengan siapa?” Tanya Elok penasaran.
“Dengan
siapa? Ibu sendiri dari tadi. Perasaan kamu mungkin Elok, atau suara tetangga
sebelah kita.” Jawab Ibunya.
“Tapi
Bu, beneran tadi Elok mendengar ibu berbicara dengan seseorang. Dan Elok tidak
mungkin salah mendengarnya.”
“Elok
kecapekan mungkin, sudah cepat mandi, makan, belajar lalu tidur. Besok kan Elok
harus bangun pagi, sekolah.”
“Baik
Bu.” Jawab bocah ini dengan nada pelan.
Elok
langsung mandi dan setelah mandi, lagi-lagi bocah ini mendengar suara ibunya
berbicara dengan seseorang. Secara diam-diam Elok mengintip dan ternyata bocah
ini sangat terkejut melihat ibunya berbicara dengan seorang lelaki yang tak
lain adalah manusia berwajah monster itu. Elok yang kaget langsung masuk ke
kamarnya dan menebak-nebak siapa lelaki yang tengah berbicara dengan ibunya
tadi.
Di
suatu senja, bocah yang tengah asyik duduk memandangi senja, melihat ibunya
dengan seorang lelaki yang ia lihat waktu di kamar ibunya.
“Ibu
dengan seorang lelaki itu lagi? Kenapa aku sering melihat ibu dengan lelaki
berwajah monster itu? Siapa sebenarnya orang itu? Kenapa ibu tidak pernah
menceritakan tentang lelaki itu atau sekedar memperkenalkannya kepadaku?
Sebenarnya apa yang sedang ibu sembunyikan dariku?” Tanya bocah ini dalam hati.
Dengan
wajah polos, bocah ini menghampiri ibunya dari arah belakang yang sedang
bersama seorang lelaki.
“Ibuuuu..........”
Sapa Elok.
“Elok………..”
Jawab ibunya dengan kaget. Lelaki yang bersama ibunya pun langsung menghadap
Elok.
“Kamuuuuuuu………”
Kata Elok yang sangat kaget melihat ibunya tenag bersama lelaki berwajah
monster itu.
“Kamu
kan yang selalu mengikuti kemana aku pergi. Kamu kan yang kapan hari di rumah
bersama ibu. Kamu sebenarnya siapa? Kenapa kamu bersama ibuku saat ini? Kamu
siapa?” Tanya Elok bertubi-tubi.
“Ibu,
siapa dia bu? Jawab bu! Kenapa ibu tidak pernah menceritakan lelaki monster ini
kepada Elok? Kenapa waktu lelaki monster itu ke rumah, ibu menyembunyikannya
dari Elok? Kenapa ibu tidak jujur? Dan kenapa ibu sekarang bersama lelaki
monster ini?” Tanya Elok tiada hentinya.
Ibunya
Elok hanya bisa diam, gugup, dan matanya berkaca-kaca seakan bibirnya ingin
menyampaikan sesuatu tetapi ia urungkan. Sementara lelaki itu perlahan tapi
pasti langkah kakinya mendekati Elok dan sampai dihadapan Elok, lelaki yang
Elok juluki sebagai monster itu memeluknya. Tak ada kata-kata dan lelaki itu
menangis sambil memeluk Elok. Pelukan yang erat itu seperti mengisyaratkan
pelukan rindu yang serindu-rindunya. Ibunya Elok yang sedari tadi berdiri, kini
ia ikut mendekap Elok dan menangis.
“Kini
sudah saatnya Elok kamu mengetahui, ia adalah ayahmu. Ayah kandungmu, ayah yang
kamu rindukan. Lelaki monster yang sering mengikutimu, sosok ayah yang sering
kamu perbincangkan waktu senja dengan Tuhan. Sekarang ia bersamamu nak, bersama
kita.” Kata ibunya Elok yang terus menangis.
“Kau
ayahkuuuu??” Tanya Elok dengan mata kecil yang mulai menitikkan airmata.
“Kau
sungguh ayahku? Lelaki berwajah monster yang sering mengikutiku? Ayah yang aku
rindukan? Ayaaaahhh.” Kata bocah ini yang terus menerus menangis.
Keluarga
kecil ini akhirnya pulang menuju gubuk reyot yang ia tempati di sekitar pantai,
dengan mata sayup, bocah yang merindukan ayahnya ini sampai ketiduran saat
digendong pulang ayah monsternya itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar