Sabtu, 23 April 2016

Laporan Hasil Wawancara Lapangan Kepala Dusun



Laporan Wawancara Kepala Dusun
Makalah Pendidikan Kewarganegaraan kelas A3.3


logo-unair-bw

Oleh
Nur Risti Fauziah             Sastra Indonesia    121511133039

Program Studi Sastra Indonesia
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Airlangga
2016
Kata Pengantar

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
 Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,  yang telah melimpahkan Rahmat serta Hidayah-Nya kepada kami semua sehingga kami diberi kemudahan dalam menyelesaikan penyusunan makalah hasil wawancara ini dengan maksimal. Salawat serta salam tak lupa kami curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing kita dari jalan kegelapan menuju jalan yang terang benderang yakni Adinul Islam.
 Makalah ini disusun berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Dusun di Dusun Sambo Desa Sambopinggir, Kec Karangbinangun, Kab. Lamongan sebagai syarat untuk memenuhi nilai tugas akhir mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan menjelang Ujian Tengah Semester. Adapun tujuan lain dibuatnya makalah ini yaitu untuk menciptakan karakter mahasiswa yang berani bertanya, bersikap dan berpenampilan dengan baik.
Dalam menyusun makalah ini, saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Tri Joko Haryono selaku dosen MKWU Pendidikan Kewarganegaraan, Bapak Kastunggal selaku Kepala Dusun yang sanggup diwawancarai. Saya menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, saya mengharapkan masukan dan saran yang bersifat membangun dalam perbaikan makalah yang saya buat ini.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.


Lamongan, 20 April 2016


Penyusun
Daftar Pertanyaan
1.      Siapa nama Bapak?
2.      Berapa umur Bapak sekarang?
3.      Apakah Bapak asli dari sini atau pendatang?
4.      Apa pekerjaan Bapak dahulu sebelum menjadi Kepala Dusun?
5.      Sejak kapan Bapak menjabat sebagai Kepala Dusun?
6.      Mengapa Bapak memilih menjadi Kepala Dusun saat itu?
7.      Atas dasar apa Bapak ingin menjadi Kepala Dusun?
8.      Bagaimana langkah awal hingga Bapak sekarng menjabat sebagai Kepala Dusun?
9.      Target apa yang ingin Bapak capai untuk kemajuan Dusun ini?
10.  Program kerja apa yang sudah Bapak lakukan selama ini?
11.  Apakah keluarga sangat mendukumg selama Bapk menjadi Kepala Dusun?
12.  Apakah ada orang lain yang membantu Bapak selama melaksanakan program kerja?
13.  Bagaimana cara Bapak menanggapi maslah-maslah yang ada di sekitar lingkungan warga?
14.  Tanggung jawab apa yang paling sulit dilakukan oleh Bapak selama menjadi Kepala Dusun?
15.  Masalah warga apa yang biasanya membuat Bapak turun tangan /ikut campur?
16.  Bagaimana cara warga yang ingin konsultasi tentang permasalahnnya terhadap Bapak?
17.  Apa manfaatnya Bapak selama ini?
18.  Kendala apa yang dihadapi dalam menjalankan amanah Bapak sebagi Kepala Dusun selama ini?
19.  Siapa yang berwewenang dalam menyelenggarakan perayaan-perayaan hari-hari besar dan keagamaan seperti HUT RI 17 Agustus atau acara-acara lainnya?
20.  Apa suka dan duka menjadi Kepala Dusun?




Laporan Hasil Wawancara

Pada tanggal 16 April 2016, saya telah mewawancarai Bapak Kastunggal, yang sekarang ini menjabat Kepala Dusun di Dusun Sambo, Desa Sambopinggir, Kec. Karangbinangun Kab. Lamongan. Beliau saat ini berusia 55 tahun dan merupakan seorang warga asli di Dusun Sambo, Desa Sambopinggir, Kec. Karangbinangun Kab. Lamongan. Beliau bertempat tinggal di RT 03 RW 01 di depan masjid Al-Muqorrobin Dusun Sambo, Desa Sambopinggir, Kec. Karangbinangun Kab. Lamongan. Beliau tinggal bersama istrinya, keempat anaknya, seorang menantu dan juga kedua cucunya di rumah sederhana.
Sebelum beliau menjabat sebagai Kepala Dusun seperti sekarang, beliau sudah mengarungi manis pahitnya kehidupan. Sebelum menikah dengan istrinya yang bernama Ibu Mujiamah, beliau pernah menjadi kuli panggul air jerigen dari desa ke desa bersama ayahnya saat beliau duduk di bangku Sekolah Dasar. Beliau hanya lulusan SMP kemudian membantu orangtuanyamengurusi sawah/tambak sebagai petani.
Sewaktu masih belajar beliau salah satu seorang murud yang disenangi oleh guru-guru karena selain pandai dalm bidang pelajarn juga pandai bermain bulutangkis dan tenis meja. Beliau sering mengikuti lomab cerdas cermat tingkat kecamatan dan selalu mendapatkan juara I atau II. Begitupun juga dalam bidang olahraga bulutangkis dan tenis meja tingkat kecamatan juga mendapatkan juara I atau III. Sampai sekarang radio dari hadiah juara perlombaan bulutangkis masih disimpan dan digunakan sebagai kenang-kenangan pada zaman dahulu. Setelah menikah menjadi pedagang di kantin SMP Negeri 1 Karangbinangun.
Sejak tahun 1993, beliau menjabat sebagai Kepala Dusun melalui proses ujian dan screaning. Beliau mencalonkan diri sebagai Kepala Dusun atas dasar ingin mengabdikan diri kepada masyarakat dan untuk membangun atau mempersatukan antarwarga. Target yang ingin dicapai oleh beliau untuk Dusun Sambo Desa Sambopinggir adalah mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.
Alasan Bapak Kastunggal menjadi Kepala dusun pada saat itu adalah karena adanya peluang untuk menjabat sebagai Kepala Dusun sekaligus ingin menciptakan warga masyarakat Dusun sambo Desa Sambopinggir adil, makmur, dan lebih rukun.

Program kerja yang telah beliau lakukan adalah pembenaan pemukiman kumuh, pembangunan fisik di lingkungan dusun, membentuk tim posyandu Dusun Sambo Desa Sambopinggir dan memberikan alat timbangan berat badan untuk balita, menjadikan Dusun Sambo Desa Sambopinggir terang dengan lampu di malam hari, mengikutkan tiap RT dalam perlombaan Green and Clean tingkat Kabupaten serta meniadakan pembayaran untuk administrasi warga.

DSC_0128.jpg

Beliau dibantu oleh beberapa pihak  dalam melaksanakan program kerja yaitu pihak dari Kepala Desa serta perangkat-perangkatnya, pengurus RT dan RW inti, seluruh koordinator pengurus RT dan RW, tokoh-tokoh masyarakat, dan tentunya warga Dusun Sambo Desa Sambopinggir. Disini peran keluarga sangat membantu dan memberikan support
Untuk menumbuhkan kerukunan warga, setiap minggunya mengadakan acara yang di bawah lindungan Kepala Desa, Kepala Dusun beserta perangkat-perangkatnya.  Seperti kegiatan mingguan bapak-bapak, pengajian bulanan ibu-ibu, kegiatan posyandu, remaja muslim, perlombaan-perlombaan, kegiatan halal-bihalal, dan kegiatan kerja bakti.
Cara beliau dalam menanggapi masalah-masalah yang ada di lingkungan warga yaitu dengan cara pendekatan, musyawarah mufakat, dan mengadakan rapat koordinasi RT/RW.
Cara beliau dalam melaksanakan program kerjanya adalah dengan cara bekerja sama dengan seluruh pengurus Dusun, RT/RW dan warga serta bekerjasama dengan tokoh-tokoh masyarakat.
Kendala yang dihadapi Bapk Kastunggal selama menjadi Kepala dusun adalah apabila ada warga yang tidak mau ikut dengan program yang diadakan, apabila ada permaslahan warga yang belum terselesaikan dan ada gangguan keamanan seperti kasus kemalingan ruamh warga, kemalingan ayam, kemalingan hasil tambak sampai kemalingan LPG.
 “Biasanya warga yang sedang mengalami persoalan, ia akan mendatangi rumah saya  kemudian mengutarakan apa maksud dan tujuannya datang kesitu. Dengan senang hati saya menerima tamu siapa saja ke rumahnya. Apalagi jika permasalahan warga dapat ditangani secara cepat dan tepat, saya akan bertambah senang pula.” Ujar Bapak Kastunggal.
Dalam mengurus kemasyarakatan beliau memiliki beberapa peraturan-peraturan seperti diadakannya tata tertib, adanya surat edaran, dan hubungan melalui pertemuan warga. Apabila ada perayaan hari-hari besar dan keagamaan yang berwewenang untuk mengurusnya adalah para pengurus RT dan RW, kepanitiaan, anggota remaja masjid “Al-Muqorrobin , dan anggota Karang Taruna “Flamboyan” Desa Sambopinggir.
Selama beliau menjadi Kepala dusun, tidak ada tanggung jawab yang sulit jika dimusyawarahkan dengan warga. Selain itu menjalin komunikasi dengan baik juga diperlukan dalam hal ini.

DSC_0136.jpg
Beberapa masalah yang biasanya membuat beliau harus turun tangan / ikut campur salah satunya yaitu masalah pertengkaran antar warga. Biasanya antar tetangga bertengkar gara-gara masalah tanah. Selain itu, ada juga masalah pembagian BLT yang runyam dan tidak merata. Kebanyakan warga yang dianggap mampu dan tidak mendapatkan beras sembako dari pemerintah selalu menggunjing pihak dari pengurus desa. Padahal itu semua dibagi sesuai data yang ada.
Manfaat beliau selama menjadi Kepala Dusun yang bisa Bapak Kastunggal rasakan  yaitu beliau bisa belajar banyak mengenai hal tentang kepemimpinan, mengetahui karakter warga, dan sering menghadiri pertemuan tingkat kelurahan atau kecamatan atau kabupaten. Dalam kepengurusan tentu tidak lepas dari suka dan suka. Sukanya adalah apabila warga membayar pajak tepat waktu dan  apabila ada pemasalahan anatarwarga kemudian bisa menyelesaikan. Dukanya yaitu apabila warga membayar pajak kurang tepat waktu dan permasalahan antarwarga belum terselesaikan.

DSC_0143.jpg

Baru-baru ini pada tanggal 13 April 2016, ada juga seorang warga nenek-nenek sekitar umur 75 tahunan mendatangi rumah beliau siang-siang yang sekaligus tetangga Bapak Kastunggal. Nenek tersebut mengatakan kepada beliau bahwa katanya tetangganya si nenek itu diberi selembaran kertas untuk mengambil uang bantuan dari pemerintah di Balai Desa sedangkan nenek tersebut tidak diberi selembaran kertas tersebut, padahal itu selembaran undangan tahlil untuk mengenang mertua Bapak Kastunggal yang sudah meninggal. Gara-gara sikap tetangganya si nenek ini yang asal berbicara jadinya Bapak Kastunggal kebingungan. Tak lama setelah itu beliau menegur tetangganya si nenek tersebut agar hal semacam itu tidak terulang lagi di lain waktu.

Minggu, 17 April 2016

Cerpen "Ayah"



Ayah
“Kue-kue, donatnyaaaaaaa……”
Suara teriakan bocah mungil itu seiring dengan sebuah kotak kue yang ia bawa dan langkah kakinya yang mulai menyusuri jalanan di pantai. Tampak di sebelah timur sang surya menampakkan sinarnya. Memberikan kehangatan pada para wisatawan di kala pagi yang cerah itu. Senyuman sang mentari menemani setiap langkah kaki bocah berambut panjang dan berponi. Dedaunan kelapa menyibak rambutnya dan seolah menyambut bocah itu dengan tawa dan penuh semangat.
Gemericik ombak pantai seakan-akan menyerang pasir yang membawa kerang satu per satu tiba di tepi pantai. Suasana yang sangat hangat di pagi itu. Kicauan burung yang terkadang terdengar namun hanya sesaat. Ditambah lagi dengan segerombolan bocah yang sedang asyik bermain pasir.
Hari masih pagi tetapi pengunjung pantai sudah mulai berdatangan, bahkan tak hanya wisatawan local tetapi juga wisatawan asing dari berbagai macam Negara. Tak heran jika bocah itu rela bangun pagi berjualan makanan membantu menggantikan ibunya sebelum berangkat ke sekolah. Bukan hanya bocah ayu itu yang berjualan tetapi banyak juga bocah-bocah yang lepas sekolah dan berjualan makanan atau minuman di sekitar pantai demi menyambung hidup.
“Plakk.. plakk.. plakk…” Begitulah suara hentakan sepasang sepatu yang dekil dan kebesaran yang bocah itu kenakan. Dengan tas sekolah yang penuh jahitan ia selempangkan di bahu dan seragam putih merah yang lecek dan kusam, tak lupa juga ia mengenakan topi menemani setiap langkah demi langkah bocah yang akrab dipanggil Elok.
Kue-kue yang ia jajakan sembari mengiringi langkahnya ke sebuah Sekolah Dasar yang cukup juah dari gubuknya, ia tempuh dengan mengandalkan penopang tubuh terkadang tak habis terjual. Bahkan seringkali ia bawa dan ia jajakan ke teman sekolahnya sampai habis terjual.
“Teettt.. teettt.. teettttttt…..”
Bunyi bel masuk berbunyi, itu tandanya Elok siap menerima ilmu yang bapak ibu guru berikan. Elok termasuk bocah yang pandai di kelasnya dan banyak disenangi oleh guru-guru. Ia selalu mendapat peringkat pertama di kelasnya. Ia tak hanya bocah polos nan lugu tetepi ia bocah yang berprestasi dan amat menyayangi ibunya.
Di perjalanan pulang, langkahnya terhenti dengan sebuah mobil mewah berwarna putih yang berhenti  tepat di sebelah kanannya.
“Heee,,, kue kampung kotor jangan kamu jual, ngelihatnya aja jijik apalagi memakannya bisa-bisa perutku sakit nanti.”
Seperti itulah cemohan teman bocah malang itu, tetapi tak  ia hiraukan sama sekali oleh bocah yang pendiam itu. Bahkan ia langsung melanjutkan langkah kakinya yang sempat terhenti. Sampai di sebuah pasokan barang-barang bekas ia hentikan langkah kakinya yang mulai lelah. Ia duduk di sebuah kursi reyot dan ia mengambil botol minum dari tasnya. Ia minum dan matanya samapi tertuju pada tumpukan buku bekas. Ia langsung beranjak dari tempat duduknya dan langsung masuk ke tempat barang bekas tersebut. Rupanya ia ingin membeli buku. Dengan harga yang murah dan telah disepakati akhirnya bocah itu meneruskan perjalanan pulang.
“Assalamu’alaikum bu, Elok pulang.”
“Hukkk hukkk hukk….”
Begitulah jawaban ibunya Elok yang tengah sakit. Sudah hampir seminggu ini ibunya Elok hanya bisa berbaring di kasur lantai yang tak layak untuk tempat beristirahat. Ayahnya Elok sudah lama meninggalkan Elok dan ibunya. Itu bermula sewaktu Elok berumur 3 tahun. Elok dan orangtuanya pergi ke sebuah pertunjukan sirkus di sekitar pantai. Tiba-tiba suatu kejadian yang tak terduga terjadi. Sirkus itu terbakar akibat obor yang tak sengaja tersenggol oleh salah satu pemain sirkus. Api cepat merambat dan Elok yang waktu itu digendong ibunya terpisah dari ayahnya. Warga bilang ayah Elok ikut terbakar di dalamnya dan sampai sekarang bocah malang itu tak pernah bertemu dengan ayahnya.
Panas di siang itu sangat menyengat. Sepulang sekolah, bocah ini tak langsung bermain seperti bocah-bocah yang lain melainkan ia harus berjualan minuman dingin dan kue-kue kepada para pengunjung  di sekitar pantai.
“Yang dingin, yang dingin…”
Dengan suara lantang ia terus menawarkan dagangannya. Biasanya bocah ini berjualan dengan ibunya tetapi karena ibunya tengah sakit maka ia yang harus berjualan sendiri. Maklum, ia hanya tinggal berdua dengan ibunya. Demi makan bocah ini rela mngorbankan sebagian waktu belajarnya untuk berjualan. Elok adalah gadis kecil yang sangat menyayangi ibunya. Ia senantiasa menemani dan merawat ibunya yang sakit.
Senja di sore itu sangat indah. Bocah yang tengah duduk memandangi senja, bibir mungilnya berucap……
“Terima kasih Tuhan, engkau masih membiarkan mata kecil ini melihat ciptaanmu yang sangat indah di setiap sore menjelang petang. Terima kasih juga engkau telah menciptakan sosok perempuan yang sangat menyayangiku sejak Elok masih kecil. Elok rindu ayah, Tuhaaan. Elok ingin bertemu ayah, Elok ingin memeluk ayah. Elok ingin merasakan kasih sayang dari seorang ayah. Tuhan, ayah Elok dimana? Pertemukan Elok dengan ayah jika ayah masih ada di dunia ini. Elok sayang ibu, Elok sayang ayah.”
Lamunannya seketika buyar ketika ada seseorang yang menepuk pundaknya. Rupanya ibu-ibu pengunjung pantai yang hendak membeli beberapa minuman dingin dan memborong habis kue-kuenya. Ia pulang dengan hati yang senang, tetapi di tengah perjalanan pulang bocah ini merasa diikuti seseorang. Sampai tiba di rumah pun ia masih merasa. Bahkan saat ia menyuapi ibunya, bocah ini masih merasa ada seseorang yang mengawasinya. Ia memberanikan diri keluar rumah, dan ……………
“Hei siapa kamu.” Kata bocah itu yang tengah mempergoki seseorang dengan tubuh yang agak besar memakai jaket hitam sedang mengintip dari luar lewat celah-celah yang berlubang. Dari postur tubuhnya seperti lelaki tetapi wajahnya tidak terlihat karena ia merunduk dan memakai topi. Lelaki itu pun langsung berlari. Elok pun langsung masuk dan belajar sampai larut malam.
Seperti biasa setiap paginya ia harus bangun pagi-pagi sekali untuk berjualan kue sebelum ia berangkat ke sekolah. Di waktu senja ia selalu duduk melamun memandangi senja yang mengingatkan bocah itu dengan Ayahnya. Lagi-lagi ia merasa ada yang aneh, ia seperti diikuti oleh seseorang. Dan pada suatu hari setelah berhari-hari ia merasa ada seseorang yang mengawasinya,  bocah ini membuat strategi.
Tepatnya sore itu saat senja yang sedikit tertutup awan mendung, bocah ini bersembunyi di belakang stand es kelapa muda. Tak lama kemudian ia melihat sosok lelaki dengan jaket hitam dan topinya sedang mencari sesuatu. Dan ternyata wajah lelaki itu hampir semuanya tertutup luka bakar. Wajahnya seperti monster yang sangat menakutkan.
“Haaa wajahnya seperti monster.” Kata Elok kaget. Tanpa berkata-kata Elok pun segera menghampiri lelaki berwajah monster tersebut dari belakang secara diam-diam tanpa sepengetahuan lelaki itu.
“Hei siapa kamu.” Kata Elok yang mengagetkan lelaki itu. Lelaki tersebut dengan spontan langsung membalikkan badan dan menghadap Elok.
“Siapa kamu? Kenapa dari kemarin-kemarin kamu selalu mengikutiku.” Tanya Elok lagi.
“Akuuuuu………” Kata lelaki itu tanpa ada kelanjutan dengan wajah yang masih merunduk.
“Iya, kamu siapa?” Tanya bocah itu penasaran.
Lelaki itu masih diam merunduk dan langsung lari, dengan sigap bocah kecil itu langsung berlari berusaha mengejar lelaki berwajah monster itu. Tak diketahui bocah itu, lelaki tersebut menghilang tanpa jejak.
“Kemana larinya manusia monster itu, cepat sekali larinya. Aaaah sudahlah, lebih baik aku pulang saja.”
Sesampai di rumah bocah ini mendengarkan ibunya seperti berbicara dengan seseorang. Dengan nada penasaran bocah ini memanggil ibunya dengan nada pelan. Ibunya yang tengah sakit kini mulai membaik, batuknya berkurang dan sudah mulai berjalan.
“Ibu tadi berbicara dengan siapa?” Tanya Elok penasaran.
“Dengan siapa? Ibu sendiri dari tadi. Perasaan kamu mungkin Elok, atau suara tetangga sebelah kita.” Jawab Ibunya.
“Tapi Bu, beneran tadi Elok mendengar ibu berbicara dengan seseorang. Dan Elok tidak mungkin salah mendengarnya.”
“Elok kecapekan mungkin, sudah cepat mandi, makan, belajar lalu tidur. Besok kan Elok harus bangun pagi, sekolah.”
“Baik Bu.” Jawab bocah ini dengan nada pelan.
Elok langsung mandi dan setelah mandi, lagi-lagi bocah ini mendengar suara ibunya berbicara dengan seseorang. Secara diam-diam Elok mengintip dan ternyata bocah ini sangat terkejut melihat ibunya berbicara dengan seorang lelaki yang tak lain adalah manusia berwajah monster itu. Elok yang kaget langsung masuk ke kamarnya dan menebak-nebak siapa lelaki yang tengah berbicara dengan ibunya tadi.
Di suatu senja, bocah yang tengah asyik duduk memandangi senja, melihat ibunya dengan seorang lelaki yang ia lihat waktu di kamar ibunya.
“Ibu dengan seorang lelaki itu lagi? Kenapa aku sering melihat ibu dengan lelaki berwajah monster itu? Siapa sebenarnya orang itu? Kenapa ibu tidak pernah menceritakan tentang lelaki itu atau sekedar memperkenalkannya kepadaku? Sebenarnya apa yang sedang ibu sembunyikan dariku?” Tanya bocah ini dalam hati.
Dengan wajah polos, bocah ini menghampiri ibunya dari arah belakang yang sedang bersama seorang lelaki.
“Ibuuuu..........” Sapa Elok.
“Elok………..” Jawab ibunya dengan kaget. Lelaki yang bersama ibunya pun langsung menghadap Elok.
“Kamuuuuuuu………” Kata Elok yang sangat kaget melihat ibunya tenag bersama lelaki berwajah monster itu.
“Kamu kan yang selalu mengikuti kemana aku pergi. Kamu kan yang kapan hari di rumah bersama ibu. Kamu sebenarnya siapa? Kenapa kamu bersama ibuku saat ini? Kamu siapa?” Tanya Elok bertubi-tubi.
“Ibu, siapa dia bu? Jawab bu! Kenapa ibu tidak pernah menceritakan lelaki monster ini kepada Elok? Kenapa waktu lelaki monster itu ke rumah, ibu menyembunyikannya dari Elok? Kenapa ibu tidak jujur? Dan kenapa ibu sekarang bersama lelaki monster ini?” Tanya Elok tiada hentinya.
Ibunya Elok hanya bisa diam, gugup, dan matanya berkaca-kaca seakan bibirnya ingin menyampaikan sesuatu tetapi ia urungkan. Sementara lelaki itu perlahan tapi pasti langkah kakinya mendekati Elok dan sampai dihadapan Elok, lelaki yang Elok juluki sebagai monster itu memeluknya. Tak ada kata-kata dan lelaki itu menangis sambil memeluk Elok. Pelukan yang erat itu seperti mengisyaratkan pelukan rindu yang serindu-rindunya. Ibunya Elok yang sedari tadi berdiri, kini ia ikut mendekap Elok dan menangis.
“Kini sudah saatnya Elok kamu mengetahui, ia adalah ayahmu. Ayah kandungmu, ayah yang kamu rindukan. Lelaki monster yang sering mengikutimu, sosok ayah yang sering kamu perbincangkan waktu senja dengan Tuhan. Sekarang ia bersamamu nak, bersama kita.” Kata ibunya Elok yang terus menangis.
“Kau ayahkuuuu??” Tanya Elok dengan mata kecil yang mulai menitikkan airmata.
“Kau sungguh ayahku? Lelaki berwajah monster yang sering mengikutiku? Ayah yang aku rindukan? Ayaaaahhh.” Kata bocah ini yang terus menerus menangis.
Keluarga kecil ini akhirnya pulang menuju gubuk reyot yang ia tempati di sekitar pantai, dengan mata sayup, bocah yang merindukan ayahnya ini sampai ketiduran saat digendong pulang ayah monsternya itu.

Drama "Citra" Karya Usmar Ismail



Drama “Citra”
Karya Usmar Ismail
1.     Sinopsis
Citra adalah seorang gadis remaja yang cantik parasnya, anak pungut dari Ny. Suryowinoto si penguasa umum Pabrik Tenun Jawa Timur.  Yang pertama kali memungut adalah Pak Gondo si mandur. Sutopo adalah anak Ny. Suryowinoto dari perkawinan yang pertama. Sedangkan Harsono adalah anak Ny. Suryowinoto dari perkawinannya yang kedua, yang dulunya hidup di Jakarta dan suka berfoya-foya.  Awalnya Harsono sangat membenci Citra karena pernah ada kejadian saat  Hastono mengatai Citra sebagai anak pungut maka Citra marah dan melempar pancing punya Hartono ke dalam kali.
Harsono baru menyadari bahwa Citra itu gadis yang cantik molek ketika pada suatu saat ada seorang pekerja yang tak sengaja menabrak Harsono yang membuat Harsono sampai marah. Citralah yang meredamkan amarahnya dan barulah Harsono menyadari kecantikan Citra. Pada suatu siang, saat Citra didatangi Suwanto si lelaki hidung belang dan hendak menodai Citra karena Suwanto beranggapan Citra hanya anak pungut, rakyat jelata dan  bukan bagian dari keluarga Suryo. Tetapi pada saat itu datanglah Harsono dan menolong Citra. Sutopo sering kali menyanyikan lagu yang berjudul “Citra” sambil bermain piano yang diciptakan oleh Kornel si seniman. Kornel berangapan bahwa Citra ialah wajah fajar yang sedang menyingsing mengenyahkan gelap.
Citra, Harsono, dan Sutopo terlibat cinta segitiga. Sutopo mencintai Citra tetapi Citra mencintai Harsono. Padahal sebelumnya Ny. Suryowinoto sudah menduga hal itu akan terjadi. Sampai pada akhirnya Harsono pergi meninggalkan rumah dan kabarnya akn menikahi janda muda kaya raya tetangga temannya Citra yaitu Tinah. Citra yang tidak bisa menerima keadaan itu akhirnya Citra menangis sampai matanya sembab. Tak lama kemudian Ny. Suryowinoto mengetahui bahwa Citra sedang mengandung anak Harsono sementara Harsono pergi dan ia akan menikah. Marahlah Sutopo pada saat itu, ia hendak mencari Harsono ke Surabaya bahkan pulau Jawa agar mempertanggungjawabkan perbuatan yang menjijikkan itu. Tetapi sampai pada suatu ketika Sutopolah yang menikahi Citra sebelum Citra melahirkan anaknya.
Setelah pernikahan itu, anak Citra lahir dan tidak lama kemudian anaknya meninggal dunia. Bisa dibilang pernikahan Sutopo dan Citra tidak bahagia lantaran kasihan terhadap Citra. Datanglah tukang pos pada suatu sore, dan surat itu ternyata dari Harsono. Harsono mengabarkan bahwa istrinya sudah meninggal. Padahal surat itu sudah dikirim sejak dua bulan yang lalu tetapi baru sampai. Tinah mendatangi rumah Citra dan menyampaikan kabar Harsono yang sama persis seperti surat yang dikirim melalui tukang pos tersebut. Tinah juga menyampaikan bahwa dia sudah lamaran (mengikat cincin) dengan Suwanto.
Pada suatu malam, Harsono yang bajunya tampak tidak terjaga, rambut yang kusut, muka yang pucat serta jambang yang tidak dicukur mendatangi Sutopo secara perlahan-lahan. Rupanya Harsono datang dengan tujuan ingin memperbaiki semuanya, dengan melihat anaknya yang pernah dikandung Citra. Tetapi Sutopo marah dan bilang ke Harsono bahwa ia adalah suami Citra. Harsono pun kaget. Sebelum Harsono beranjak pergi, ia menitipkan uang kepada Sutopo untuk diberikan kepada Citra. Sutopo marah dan beranggapan bahwa dirinya diejek Harsono karena tak mampu memberikan Citra makan. Harsono menyalami Sutopo karena ia hendak pergi tetapi Sutopo tidak mau menjabat tangannya Harsono.
Citra bilang kepada Harsono bahwa ia tidak pernah mencintai Harsono dan ketika lagu “Citra” dinyanyikan oleh Sutopo, Citra baru menyadari bahwa Sutopo sangat mencintainya. Tetapi Citra tidak mencintai Sutopo karena menurutnya Sutopo terlalu suci untuk dirinya. Ketika Harsono beranjak pergi meninggalkan rumah, terdengar Citra menyanyikan lagu “Citra” dan Harsono menghentikan langkahnya. Harsono menyadari bahwa Citra adalah tanah air yang pernah ia nodai seperti ia menodai Citra. Suasana haru dan bahagia ketika Citra menyanyikan lagu “Citra”.


2.     Kesan-kesan
Kesan saat membaca Drama “Citra” Karya Usmar Ismail ini sangat bertanya-tanya dengan konflik-konflik yang disuguhkan oleh di pengarang.  Itu terjadi ketika Harsono yang awalnya membenci Citra karena kejadian pancing milik Harsono dilemparkan oleh Citra ke dalam kali karena Citra merasa dihina oleh Harsono pada waktu lalu berubah menjadi mencintai Citra dan perasaan benci Harsono berubah menjadi Cinta.
Selain itu ada kejadian yang membuat si pembaca apabila membaca naskah drama tersebut tidak menduga-duga apa yang akan dialami oleh Citra, yaitu ketika Citra yang menaruh hati kepada Harsono dan mereka telah melakukan hubungan suami-istri sampai-sampai Citra mengandung anak dari hubungannya dengan Harsono. Tetapi Harsono malah meninggalkan rumah dan akan menikahi janda muda kaya raya meskipun pada akhirnya istri Harsono meninggal dunia.
Pada bagian akhir cerita, suasana haru dan bahagia muncul ketika Citra menyanyikan lagu yang berjudul “Citra”. Ditambah lagi ketika Harsono menyadari bahwa Citra adalah panggilan tanah air yang pernah ia nodai seperti ia menodai Citra. Pesan yang dapat kita ambil ketika membaca Drama “Citra” ini adalah :
·        Sebagai wanita, jangan sampai cinta membutakan mata kita sampai-sampai memberikan kehormatan kepada lelaki.
·        Firasat seorang Ibu itu sangat kuat.
·        Jangan bersedih lama-lama karena putus cinta apalagi sampai bunuh diri dan melakukan perbuatan yang merugikan diri sendiri.


3.     Komentar
Dalam Drama “Citra” ini ceritanya sangat unik, tidak mudah ditebak endingnya, dan bagus. Tetapi ada beberapa kata yang sulit dipahami katanya seperti Jibaku, Tabe Nona, kemidi.